Shuohao Cai, seorang mahasiswa doktoral dalam ilmu tanah, menempatkan batang sensor dengan stiker sensor multifungsi yang memungkinkan pengukuran pada kedalaman berbeda ke dalam tanah di Stasiun Penelitian Pertanian Hancock Universitas Wisconsin-Madison.
MADISON — Para insinyur di University of Wisconsin-Madison telah mengembangkan sensor berbiaya rendah yang dapat memantau nitrat secara berkelanjutan dan real-time pada jenis-jenis tanah umum di Wisconsin. Sensor elektrokimia cetak ini dapat membantu petani membuat keputusan pengelolaan nutrisi yang lebih tepat dan memperoleh manfaat ekonomi.
"Sensor kami dapat memberi petani pemahaman yang lebih baik tentang status nutrisi tanah mereka dan jumlah nitrat yang tersedia bagi tanaman mereka, membantu mereka menentukan secara lebih akurat berapa banyak pupuk yang sebenarnya mereka butuhkan," kata Joseph Andrews, asisten profesor di Universitas Harvard. Studi ini dipimpin oleh Fakultas Teknik Mesin di Universitas Wisconsin-Madison. "Jika mereka dapat mengurangi jumlah pupuk yang mereka beli, penghematan biaya bisa sangat signifikan bagi pertanian yang lebih besar."
Nitrat merupakan nutrisi penting bagi pertumbuhan tanaman, tetapi kelebihan nitrat dapat larut dari tanah dan masuk ke air tanah. Kontaminasi ini berbahaya bagi orang yang meminum air sumur yang terkontaminasi dan berbahaya bagi lingkungan. Sensor baru para peneliti ini juga dapat digunakan sebagai alat penelitian pertanian untuk memantau pelindian nitrat dan membantu mengembangkan praktik terbaik untuk mengurangi dampak buruknya.
Metode pemantauan nitrat tanah yang ada saat ini membutuhkan banyak tenaga kerja, mahal, dan tidak menyediakan data secara real-time. Oleh karena itu, pakar elektronik cetak Andrews dan timnya berupaya menciptakan solusi yang lebih baik dan lebih terjangkau.
Dalam proyek ini, para peneliti menggunakan proses pencetakan inkjet untuk menciptakan sensor potensiometri, sejenis sensor elektrokimia lapisan tipis. Sensor potensiometri sering digunakan untuk mengukur nitrat dalam larutan cair secara akurat. Namun, sensor ini umumnya tidak cocok untuk digunakan di lingkungan tanah karena partikel tanah yang besar dapat menggores sensor dan mencegah pengukuran yang akurat.
“Tantangan utama yang kami coba selesaikan adalah menemukan cara agar sensor elektrokimia ini berfungsi dengan baik dalam kondisi tanah yang keras dan mendeteksi ion nitrat secara akurat,” kata Andrews.
Solusi tim adalah melapisi sensor dengan polivinilidena fluorida. Menurut Andrews, material ini memiliki dua karakteristik utama. Pertama, pori-porinya sangat kecil, sekitar 400 nanometer, yang memungkinkan ion nitrat melewatinya sekaligus menghalangi partikel tanah. Kedua, bersifat hidrofilik, yaitu menarik dan menyerap air seperti spons.
"Jadi, air yang kaya nitrat akan lebih mudah meresap ke dalam sensor kami, yang sangat penting karena tanah juga seperti spons dan Anda akan kalah dalam hal kelembapan yang masuk ke sensor jika Anda tidak bisa mendapatkan penyerapan air yang sama. Potensi tanah," kata Andrews. "Sifat-sifat lapisan polivinilidena fluorida ini memungkinkan kami untuk mengekstrak air yang kaya nitrat, menyalurkannya ke permukaan sensor, dan mendeteksi nitrat secara akurat."
Para peneliti merinci kemajuan mereka dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada Maret 2024 di jurnal Advanced Materials Technology.
Tim menguji sensor mereka pada dua jenis tanah berbeda yang terkait dengan Wisconsin—tanah berpasir, umum di bagian utara-tengah negara bagian, dan tanah lempung berlumpur, umum di Wisconsin barat daya—dan menemukan bahwa sensor menghasilkan hasil yang akurat.
Para peneliti kini mengintegrasikan sensor nitrat mereka ke dalam sistem sensor multifungsi yang mereka sebut "stiker sensor", yang terdiri dari tiga jenis sensor berbeda yang dipasang pada permukaan plastik fleksibel dengan perekat. Stiker tersebut juga berisi sensor kelembapan dan suhu.
Para peneliti akan menempelkan beberapa stiker sensorik pada sebuah tiang, menempatkannya pada ketinggian yang berbeda-beda, lalu mengubur tiang tersebut di dalam tanah. Pengaturan ini memungkinkan mereka melakukan pengukuran pada berbagai kedalaman tanah.
"Dengan mengukur nitrat, kelembapan, dan suhu pada kedalaman yang berbeda, kini kami dapat mengukur proses pelindian nitrat dan memahami bagaimana nitrat bergerak melalui tanah, yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan," ujar Andrews.
Pada musim panas tahun 2024, para peneliti berencana untuk menempatkan 30 batang sensor di tanah di Stasiun Penelitian Pertanian Hancock dan Stasiun Penelitian Pertanian Arlington di Universitas Wisconsin-Madison untuk menguji sensor lebih lanjut.
Waktu posting: 09-Jul-2024